Desa
Gapurana: Sebuah Desa di Pulau Poteran
Abd
Rahman
110311100030
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
Pendahuluan
Indonesia merupakan daerah kepulauan
yang sebagian besar wilayahnya perairan dengan jumlah pulau 17.508, dari jumlah
tersebut 10.000 merupakan pulau kecil, seperti halnya di Kabupaten sumenep
terdapat beberapa pulau kecil diantaranya pulau poteran. Berkenaan dengan
semakin tipisnya sumber daya di darat maka perlu lebih untuk pengembangan
sumberdaya di laut maupun pesisir. Dengan hal tersebut diperlukan
pengembangan-pengembangan dan pemanfaatan di daerah pulau-pulau kecil. Pulau
kecil memiliki sumber daya alam yang potensial namun cara pengelolaan,
ketersediaan sarana dan prasarana yang ada sehingga belum dimanfaatkan secara
maksimal sesuai dengan potensi yang ada di pulau tersebut.
Dalam upaya menggali sumber daya di
laut adalah dengan pemanfaatan pulau-pulau kecil, supaya dapat dikelola dengan
baik karena dari sumber daya di darat semakin menipis. Penggalian sumberdaya di
laut maupun pesisir perlu ditingkatkan dengan memberikn perhaian yang lebih
terhadap sector kelautan. Hal tersebut supaya dapat mendukung kesejahteraan
masyarakat di pulau tersebut.
Gambaran Umum Desa Gapurana di Pulau
Poteran
Poteran
adalah daerah kepulauan yang merupakan bagian dari Sumenep-Madura yang secara
geografis berada di sebelah timur pulau Madura, secara astronomis berada antara
113,92º sampai 114,08 LS dan terletak antara 7,04º sampai 7,12º BT. Luas
50,267080 Km² atau 2,40 % dari luas kabupaten Sumenep. Di pulau tersebut
terdapat satu kecamatan yaitu Kecamatan Talango dengan pembagian administrasi
delapan desa yakni; Desa Talango, Desa Padike, Desa Gapurana, Desa Cabbiya,
Desa Palasa, Desa Essang, Desa Poteran dan Desa Kombang. Jumlah penduduk pulau poteran pada tahun 2005
adalah sebanyak 41.047 jiwa, untuk
jumlah penduduk laki-kaki adalah 19.416 jiwa atau sekitar 47 %, sedangkan
penduduk perempuan 21.631 jiwa atau sekitar 53 % dari jumlah keseluruhan, dari
jumlah tersebut 62% dikatagorikan hidup di bawah garis kemiskinan. Beberapa
obyek wisata yang ada di pulau poteran seperti wisata religi dan pantai. Asta
Sayyid Yusuf merupakan salah satu wisata yang ada di poteran yang ada di Desa
Talango, di kombang dan padike menghadirkan suasana yang beda dengan keadaan
pantai yang indah namun belum dikelola. Untuk menuju pulau poteran melalui tongkang atau perahu yang ada di
Pelabuhan Indonesia III yang ada di kalianget.
Desa
Gapurana berada di pulau poteran yang merupakan bagian wilayah dari Kecamatan Talango
Kabupaten Sumenep. Lahan pertanian yang tidak bagus membuat hasil tani tidak
maksimal. Sebenarnya di pulau ini memiliki sumberdaya alam yang potensial,
seperti ikan dan rumput laut, namun masih dikelola secara tradisional. Gapurana
bukan sebuah desa pertanian, namun cukup baik untuk ditanami jagung dan dan
berbagai macam palawija.
Hampir di daerah pedesaan poteran
banyak di temukan pemukiman dengan pola memanjang dan berkelompok-kelompok dari
setiap kelompok berjarak cukup jauh. Saat ini pola pemukiman memanjang sudah
sulit ditemukan di dekat jalan-jalan Desa. Jarang di temukan jalan yang
beraspal di perkampungan, jalan yang ada hanya jalan-jalan kecil yang sempit,
karena tidak ada lapisan pada jalan ketika musim hujan becek. Di depan rumah mereka terdapat sebuah
alat dari bahan bambu ber bentuk persegi pada sisi bawah tanam ke tanah sebagai
pembersih sandal atau kaki dari lumpur tanah saat di jalan. Pola pemukiman taneyan lanjeng (halaman panjang) banyak
di temukan di daerah kabupaten sumenep (Wiyata, Latief.2002).
Masyarakat gapurana mayoritas beragama
Islam, dan memiliki nilai religi yang masih terkontaminasi dengan kepercayaan
yang kuno, karena masih banyak yang percaya pada paranormal dan hal-hal yang
seharusnya tidak dilakukan seperti setiap malam jumat membakar kemenyan, hal
ini bukan hanya di lakukan pada malam jumat tapi saat slamatan dan tahlil.
Ustad pun ada yang mengharuskan, saat kemenyan dibakar barulah slamatan
tersebut dimulai. Setiap anak mereka setelah lulus Madrasah Ibtidaiyah (MI)
atau SD mayoritas di pondokkan, namun yang melanjutkan ke SMP sangatlah
sedikit.
Pola Interaksi Sosial
Masyarakat
di pulau kecil atau daerah pesisir yang berhadapan dengan lautan tidak salah
lagi jika dalam memenuhi kehidupannya mereka bekerja sebagai nelayan (tangkap
ikan), namun selain tangkap ikan berkebun dan berternarnak sebagai pendapatan
untuk kebutuhan hidup, dimana lahan di gapurana ini dapat ditanami jagung dan
berbagai macam palawija,. Untuk mendapatkan ikan mereka tidak hanya berlayar di
sekitar pulau Poteran tapi hampir mengelilingi pulau Madura, memang benar kata
pepatah nelayan itu Abhantal ombhek
asapo’ angen (berbantal ombak berselimut angin).
Kesuksesan
di dapat masyarakat poteran saat merantau kedaerah perkotaan, namun tidaklah
dekat. Daerah umum yang dituju adalah Daerah Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya
bahkan ada yang keluar negeri. Hal ini terjadi karena di pulau poteran kerjanya
hanya nelayan dan bertani sulit untuk mendapatkan uang lebih hanya pas untuk
dimakan. Di Jakarta mereka bekerja tidaklah kerja yang berat tapi hanya buka
toko atau warung. Sukses di dapat karena warung yang mereka jaga buka 24 jam jadi
pendapatan mereka lebih besar dibanding toko-toko yang hanya buka siang saja.
Pekerjaan ini hanya menahan ngantuk supaya tidak ketiduran, namun itu tidaklah
sendiri menjaga warung tetapi ada teman untuk saling ganti dalam menjaga
warung. Dan ada juga yang bekerja mengangkut kayu namun pekerjaan ini biasanya
orang-orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Dari kesuksesan tersebut
akan terlihat saat kembali ke pulau poteran dengan membangun rumah yang besar
dan membawa motor-motor bagus. Namun yang tetap berada di pulau poteran dengan
mengandalkan hasil laut dan tani tetaplah keadaannya hanya cukup untuk memenuhi
untuk hidup.
Rasa
saling tolong-menolong, bersedia berkorban untuk kepentingan orang banyak dan
memiliki sikap toleransi yang tinggi membuat masyarakat ini mudah dalam
mengerjakan hal apapun, seperti jika ada salah satu dari tetangga akan mengadakan pesta perkawinan maka
banyak tetangga yang akan datang membantu tanpa harus dimintai pertolongan
bahkan ada yang mau membantu membarkan biaya buat acara tersebut seperti
tandek, panggung pengantin, beras, Sond System dan alat-alat yang lainnya. Jadi
yang punya kepentingan atau acara tersebut tidak banyak mengeluarkan biaya dan
itu tidak hanya pada acara perkawinan saja tapi semua kegiatan yang masih perlu
bantuan pasti masyarakat datang. Bila suatu kegiatan tersebut sudah hampir hari
jadi, tetangga-tetangganya banyak yang datang untuk berkumpul-kumpul
membincangkan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan sambil bermain domino
hingga larut malam namun tidak henti sampai hari jadi tapi hingga satu minggu
atau lebih, berbeda dengan saat melayat bahkan emat puluh hari sampai lebih
yang berkumpul dan menginap di sana.
Kelompok Sosial
Di
masyarakat gapurana terdapat kelompok-kelompok untuk meningkatkan usaha-usaha
dalam bidang pertanian dan tankap ikan sepertik kelompok tani dan kelompok nelayan
dan juga ada kompolan RK dan arisan, kompolan merupakan pertemuan
keagamaan antara sesame laki-laki atau sesama perempuan. Kompolan dilaksanakan
secara bergiliran dari satu rumah jama’ah ke rumah jama’ah lainnya. Kompolan RK adalah sebuah perkumpulan
yang di lakukan kaum adam untuk mempersiapkan alat pelengkapan penguburan,
kelompok ini telah menyediakan peralatan yang dibutuhkan bila salah satu dari
keluarga anggota meninggal maka alat tersebut diberikan, dengan adanya kelompok
ini masyarakat tidak susah payah mencari peralatan untuk penguburan. Kelompok
ini dilakukan kaum adam untuk memperkuat tali persaudaraan dalam masyarakat,
untuk menyediakan sarana-sarana dlam kompolan ini ada sumbangan sebagai
pemasukan dan untuk membeli alat-alat yang digunakan oleh mayit, dalam kegiatan
kompolan RK bukan hanya acara
berkumpul namun di isi dengan tahlil dan doa yang di pinpin ustad sebagai ketua
kompolan dalam lingkungan tersebut.
Selain kaum adam kaum, hawa juga mengadakan sebuah kompolan yang lebih kepada keagamaan (dhiba’) yang beranggota perempuan namun
dalam perkumpulan ini di isi tambah dengan simpan-pinjam, Prosesi kompolan ini
dimulai dari hal-hal ritual yang didahului dengan doa-doa pembuka dan
diikuti dengan bacaan dhiba’.
Femanfaatan kegiatan ini memberi dampak positif terhadap masyarakat sebagai media
penting transformasi nilai-nilai agama di masyarakat, dengan adanya simpan pinjam sehingga memberi peluang modal terhadap
masyarakat.
Kebudayaan di Desa Gapurana
Musim
kemarau di pulau poteran merupakan hari dimana banyak perayaan perkawinan
berlangsung hampir setiap hari, bahkan dalam satu haripun terdapat dua atau
lebih pesta perkawinan. Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan.
Pesta tersebut dilakukan secara besar-besaran dalam satu hari satu malam atau
lebih. Dikatakan besar jika dalam pesta tersebut terdapat Tayub beserta Tandhe’
(penari perempuan di tayuban), Panggung pengantin, pengantin kuda bahkan ludruk pada malam berikutnya hingga
biaya yang dikeluaran puluhan juta.
Pada
acara ini ada 5 sesi yang mertama adalah
ngentangngen (begadang) dimulai 30 hari sebelum perayaan, kerabat atau keluarga
pemilik pesta berkumpul membincangkan perencanaan pesta perkawinan atau hanya
minum kopi. Kedua adalah taruban (struktur sementara) dimana tetangga berkumpul
untuk membuat tempat respsi dan dapur dari luas lapangan di bagi dua per tiga untuk
respsi dan sisanya dapur di bagian belakang, yang di selenggarakan 2 hari
sebelum acara. Yang ketiga adalah berasan satu hari sebelum acara inti dimana
tetangga datang memberi beras kepada pemilik pesta atau undangan yang tidak
bisa datang pada acara utama bisa datang pada sesi ini dan pada hari tersebut
musik telah dimainkan dan diselenggarakan juga panggung yang mirip istana
kemudian malam pesta di adakan uji coba penampilan pengantin di atas panggung
dengan baju pengantin yang yang menawan. Acara yang ditunggu-tunggu adalah
resepsi atau acara inti pada acara ini semua undangan datang secara bergilir
sampai matahari menjelang tidur (sore), undangan wanita dengan kebaya yang
mahal hanya untuk acara kebanggaan ini sedang laki-laki sopan dengan kemeja lengan
panjang dan sarung beserta songkok dan pada kesempatan ini tayuban dimainkan
sebagai pertunjukan favorit yang berada di ruang undangan laki-laki sedang
ruang wanita panggung pengantin. Dan acara terakhir adalah bersih-bersih yang
di bantu oleh tetangga dimana perempuan membantu mencuci piring sedang yang
laki-laki menurunkan tenda.
Tayub
saat ini masih terus berkembang terutama di Madura, Setiap daerah pasti
memiliki kebudayaan yang berbeda-beda sesuai perkembangan kehidupan masyarakat
itu sendiri. Pola pewarisan nilai-nilai tayub secara tradisional di lingkungan
komunitas tandek menggunakan pendekatan belajar dan mengajar sambil bekerja (Cahyono,
Agus.2006). Masyrakat Madura bagian timur dikatakan tangguh dengan kemampuannya
melakukan akulturasi dari budaya luar. Seperti halnya yang dikatakan Cahyono
pewarisan tayub diperkenalkan seperti pendidikan informal atau sambil lalu.
Tayub
di Madura merupakan pertunjukan yang disajikan pada pesta perkawinan. Tayuban
merupakan sesuatu yang minor dan penuh dengan kenegatifan, karena di poteran
adalah mayoritas beragama Islam. M. Endy Saputro dalams “Muslim localizing
democracy: a non-pesantren village in Madura as a preliminary study”
menyebutkan bahwa di Madura Tayub merupakan tarian yang tidak islami namun hal
ini sulit hidilangkan karena merupakan hiburan atau pertunjukan yang sudah
biasa di masyarakat poteran bagian timur.
Gapurana
telah lama dikenal sebagai bidang tayub karena tayub di selenggarakan di desa
ini pada musim kering yang merupakan hiburan untuk kaum pria. Tayub di poteran
berpengaruh terhadap ekonomi dan nilai masyarakat, dimana tayuban disini
terdapat tandhek yang menari dan ngejung (seperti
menyanyi) yang di sawer oleh undangan yang datang dimana setiap yang naik ke
bidang tandhe’ mereka mempersiapkan uang dari 20 sampai 500 ribuan untuk di
sawerkan sinden atau tandhe, saat menyawer nama-nama yang menyawer disebut dan
di sebutkan saat tandhe’ ngejung itulah yang di cari sehingga
uang yang di keluarkan tidak di pikirkan.
Di
daerah Madura bagian timur di kenal dengan seni tayub, kesenian tersebut
merupakan pengaruh kesenian jawa. Kesenian yang ada di Madura termasuk tayub,
tandhe’ dan ketoprak terjadi tumpang tindih antara lingkungan budaya pesantren
dan non pesantren yang menunjukkan proses asimilasi kultural lingkungan budaya
(Hidayat, Komaruddin dan Putut Widjanarko.2008). Jadi tayub tersebut merupakan
hasil akulturasi dari kebudayaan jawa.
Selain
tayub di Gapurana juga ada yang namanya penganten kuda atau disebut juga serunin
saronen, saronen merupakan sebuah
kebudayaan gapurana yang merupakan hasil pemikiran masyarakat. Saronen adalah tarian kuda yang diiringi
musik. Kebudayaan ini dilaksanakan pada perayaan perkawinan atau selamatan.
Kuda terdebut di hiasi seperti pengantan
sedangkan pengantannya menaikinya sambil diiringi musik dari serunin di
belakangnya. Pengantan kuda ini di pertontonkan mulai dari halaman rumah
pengantan dengan tarian-tarian kuda yang unik ini sampai beberapa putaran
kemudian berangkat ke beberapa rumah kelurga dekatnya sang pengantan dan
kembali dan berakhir di rumah sang pengantan. Pada waktu pertontonan tarian
kuda yang di naiki pengantan beserta musik yang mengiringinya kemudian keluarga-keluarga
pengantan memberi uang kepada pengantan dan yang mengendalikan kuda beserta juga
yang memainkan musik. Pada perjalanan menuju rumah-rumah keluarga kuda bukan
sekedar berjalan tapi juga menari-nari mengikuti irama musik.
Ludruk yang
juga merupakan tradisi yang ada di gapurana, tradisi ini di pertotonkan pada
malam hari pada keesokan hari dari pesta perkawinan. Ludruk merupakan pertontonan yang di sukai masyarakat gapurana, ludruk sama seperti halnya drama namun
pada pembukaan di awali dengan tarian kemudian lawak. Pada intinya ludruk menceritakan tentang kerajaan
masa lalu. Semua pemeran adalah laki-laki namun jika ada yang wanita itu bukan
wanita melainkan laki-laki yang berdandan seperti wanita.
Penutup
Di
pulau-pulau kecil seperti pulau poteran khususnya desa gapurana memikliki
sesuatu yang berbeda dari yang lain seperti halnya dalam kebudayaan banyak
tradisi-tradisi yang berkembang disana seperti; tayub, saronen dan ludruk yang suda biasa di lakukan pada musim kemarau
pada waktu perayaan pesta perkawinan. Dari kebudayaan yang berkembang disana
maka kita sebagai warga Negara Indonesia harus saling menghargai dari
perbedaan-perbedaan kebudayan tersebut.
Demikian yang dapat saya paparkan
mengenai keadaan Desa Gapurana yang
menjadi pokok bahasan Artikel ini yang masih banyak kekurangan atau
kesalahannya, karena terbatasnya pengetahuan atau kurangnya referensi atau
rujukan yang ada, maka dari hal-hal tersebut saya sebagai penulis berharap
pembaca memberi kritik dan saran untuk menyempurnakan pada kesempatan yang
berikutnya. Semoga dari artkel yang saya buat dapat berguna bagi pembaca.
Daftar Pustaka
Cahyono,
Agus. Pola Pewarisan Nilai-Nilai Kesenian Tayub (Inhertance Pattern of Tayub Values).
Universitas Negeri Semarang. Volume 7, Nomer 1 (Januari-April 2006)ss: 23-36
Hidyat, Komaruddin dan Putut
Widjanarko.2008. Reinventing Indonesia: menemukasn kembali masadepan bangsa.
Jakarta: PT Mizan Publika.
Saputro Endy. 2009. Muslim localizing
democracy: a non-pesantren village in Madura as a preliminary study.
Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada.
Wijaya, Latief. 2002. Carok: Konflik
Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura. Yogyakarta: LKiS.
salam kenal,
BalasHapusbelakangan ini saya sedang mecari informasi mengenai pulau poteran dan tulisan ini sangat membantu.
saya sendiri belum pernah kesana dan masih sangat buta dengan daerah tersebut, tapi sangat tertarik.
Saya mau tanya-tanya sedikit (sedikit banyak maksudnya), kalau boleh tau, akses untuk sampai ke poteran bagaimana ya? Dan untuk akhir bulan ini (akhir tahun juga) apakah ada kapal yang akan sampai di pulau poteran? Soalnya saya dengar-dengar kapal ke karimun jawa tidak ada karena ombak tinggi, apa ke pulau poteran masih beroperasi?
Desa gapurana desa paling besar di pulau poteran kah? Dan kalau menginap kira-kira bisa dimana ya?
Terima kasih banyak.
Salam kenal :)
Akses ke pulau poteran yaitu dengan perahu yang ada di pelabuhan, serta ada kapal kecil "tongkang" (mobil bahkan truk bisa). Waktu yg diperlukan cepet soalnya jarahnya kurang lebih 500 meter antar pelabuhan. Kapal akan berangkat setiap kurang lebih 30 menit atau tergantung penumpang (jika penuh berangkat). Masalah ombak tidak mengganggu kecuali bulan agustus, tapi perahu tetap jalan, untuk tongkang mnunggu arus tenang. Masalah penginapan tidak ada, kalau di dekat wisata religi Asta sayyid yusuf kemungkinan ada..
BalasHapusPenginapan bisa di Kalianget yaitu dekat pelabuhan, karena disana banak orang yang berziarah
BalasHapusapakah benar di desa kombang kepulauan poteran krisis air bersih untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci, dll. ya mas?
BalasHapusMsntab
BalasHapus