Sore itu, ntah
berapa detik, menit, jam, bahkan hari yang telah berlalu. Waktu itu adalah hari
yang memang dia impikan, yaitu hari pertunangannya berlangsung. Dia merasa
sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Saat itu dia merasakan, rasa yang
belum pernah dialaminya, sebuah rasa yang tidak dapat diceritakan dalam sebuah
tulisan. Rasa yang membuatnya menerawang jauh pada kejadian-kejadian yang akan dilakukan
dimasa depan dengan penuh kebahagiaan.
Saat itu pria yang akan menjadi
tunangannya melantunkan janji-janji suci dari bibir manisnya dan menatap dia
dengan mata indahnya yang penuh cinta kasih sayang.
“ Dewi,, kamu adalah perempuan
terindah yang pernah aku temui selama ini, kamu bagaikan mentari yang selalu
bersinar dikala cuaca cerah dan mendung, disaat hujan maupun berawan”
Kemudian pria itu berjongkok
dengan satu lutut bertumpu pada lantai sambil menyambut tangannya yang kaku,
mungkin darah dalam tubuhnya terhenti tak lagi mengalir ikut menyaksikan
kejadian saat itu.
“Dihadapan keluarga kita, aku
katakan dari hati dan perasaanku yang mendalam. Maukah kamu bersinar dalam
hatiku, disaat senang maupun sedih?!, maukah kamu tetap bersinar saat kamu
dekat maupun jauh dari sisiku?!, dan maukah kamu mengisi ruang kosong dalam
hidupku ini???
Sabda-sabda cintanya sangat dalam
sulit ia memahami atau mungkin bahasanya masih belum melampauinya.
Dikala itu dia tidak tau
bagaimana raut wajahnya tergambar dihadapan keluarganya dan keluarga pria itu. Dia
hanya melihat senyuman manis dari mulut pria tersebut saat pertanyaan itu
tertuju padanya. Dia terdiam kaku, mulutnya masih merangkai huruf-huruf yang
akan diucapkan. Darah dalam tubuhnya perlahan mencair dan mengalir kembali,
secara tidak sadar kepalanya mengangguk mengikuti
hati mewakili mulut yang masih tertutup rapat.
Kemudian pria itu berdiri dan
mencium keningnya saat matanya tertutup menerimanya, lalu tepuk tangan
menyadarkannya dalam tumpukan-tumpukan hayalan nyata. Saat itu juga dia tidak
sadar bahwa jari manis tangan kirinya semakin manis dengan cincin permata yang
ntah kapan pria itu memasangnya. Mungkin saat pikirannya sibuk menerjemahkan
kata demi kata yang keluar dari mulut indah pria yang melamarnya.
Lalu suara Adzan menyadarkan
ingatannya. Kenangan itu terukir dibalik jendela kamar tidurnya saat senja
menyapanya. Semua yang terjadi waktu itu benar-benar semu. Hanya melahirkan
keindahan yang menyakitkan dalam ASA.
Dia tak mengharap banyak dari pria tersebut, dia suda tau prianya berlayar ke negeri orang jauh disana namun ia juga tak pernah sedikit berfikir prianya berpaling
darinya, dia tetap setia,
masih terus menyebut namanya dalam doanya, namanya tetap dipuja semoga sukses
disana. tapi apa yg didapat??? tidak ada
bahkan dia tak pernah mendapat kabar hingga dia tak merasakan lagi pria itu adalah tunangannya. Anton namanya, dia teman
sekolahnya saat sekolah SMA dan juga adalah pacarnya hingga saat ini menjadi
tunangannya yang entah sekarang bagaimana.
Waktu
demi waktu berlalu begitu cepat hingga musim silih berganti. Dunia ini pun banyak
peruban. Banyak manusia-manusia yang sulit dipahami. Janji-janji hanya bagaikan
angin yang lewat dan hilang begitu saja. Anton laki-laki yang dia impikan dulu
untuk mengarungi samudera kehidupan dengan mimpi bahagia yang begitu nyata di
angannya. Yang dianggap seperti raja-raja dalam dongeng yang neneknya dulu saat
kecil sering menceritakan, seperti dalam novel-novel remaja yang endingnya
berakhir bahagia. Aneh, iya pria itu aneh, pria yang sejak dulu dia percaya
sekarang menampakkan keanehannya. Keanehan itu membuat kepercayaannya mulai
luntur, membuat hatinya merasakan pedih yang belum pernah dirasakan sebelumnya,
begitu sakit hatinya bagai tertusuk panah yang beracun saat mengenangnya.
“Apa salahku wahai kekasihku.. sepucuk suratpun aku tunggu
meskipun lusuh akan aku baca dan akan ku balas karena itu berharga bagiku dibandingkan yang lain namun
kau tak pernah memberi kabar bahkan kamu menjelek-jelekkan aku di mata temanku.
sekarang aku sadar kamu tak lagi mengharapkanku menjadi pendamping hidupmu. tapi
setidaknya kamu tidak memfitnah aku seperti ini dan bahkan aku tak tau apa
tujuanmu?? sampai saat ini kamu tidak mengakhiri pertunangan ini dan
menggantung hati yang sudah tidak mengharap perlindungan darimu” Entah
dia berbicara dengan siapa. Sangat
sakit hatinya,, meskipun tidak menampakkan wajah kesedihannya sehingga terlihat seperti wanita
kuat, namun dibalik itu semua dia hanyalah wanita yang rapuh karena
cinta. Bukan tidak
terlintas lagi dalam bayang ingatannya, dia masih mengingat jelas. Dia selalu berdoa
saat terlintas dalam ingatannya “Tuhan... buat hatiku tenang apapun yang aku
alami dan yang aku rasakan saat ini”. Dia percaya bahwa suatu saat nanti Tuhan
akan mendengar doa-doanya, akan menjawab permintaan-permintaannya.
Bahkan dia lupa bahwa masih ada
keluarganya yang menyayanginya tampa harus diminta, masih ada sahabat, teman
dan orang yang selalu ada buatnya, yang selalu memberinya semangat tapi dia
hiraukan.
Pria itu mungkin memang
dilahirkan untuk mengajarkan tentang kehidupan, Bahwa untuk mencapai dan
menemukan kebahagiaan yang nyata harus melewati jalan yang berliku, harus
mengalami rasa sakit terlebih dahulu, karena waktu itu pasti ada.
*****
Hari sabtu malam, saat purnama
bersinar indah ditemani bintang yang berkedip mesra, tepatnya di bawah pohon mahoni
yang berada di taman kampus. Kejadian
itu mengubah kesedihannya, sedikit demi sedikit terlupakan. Kenangan itu memang
hal yang harus ditinggalkan, bukan terus berlarut dalam kenangan pahit.
Malem itu terdengan bunyi HP
bertanda ada pesan masuk, namun dia tidak langsung membaca dan membalasnya,
karena saat itu dia sedang solat. Dia melanjutkan solatnya sampai selesai dan
berdoa. Kemudian tak lupa membacanya
DARI: Lukman
“selamat malam...”
18:06
“malem juga” aku membales singkat
Pesan yang sering terjadi pada
siapa saja, untuk menyapa dan memberi perhatian pada seseorang.
Beberapa menit baru membalasnya,
“mungkin pengirim pesan meninggalkan HPnya karena lama balesnya juga”.
“Udah makan belum,, habis isyak
makan diluar yuk...???”
“Belum sih..., tapi gimana
ya!!!?????
“gag usah gimana-gimana, aku
jemput habis solat isyak. OK.”
“Iya dehhhh” lalu diletakkan
kembali HP dikasur dan beranjak solat isyak.
Malam itu dia berpakaian biasa,
seperti hari-hari biasa, bukan acara penting yang harus berdandan cantik dengan
sepatu tinggi. Duduk didepan TV sambil menunggu dia menjemput, tiba-tiba teman
kosnya memberi tau “Dew, ada temanmu yang mencari diluar”
“Iya iya mbak” dia menyahut
sambil keluar
“Haiii,,, langsung aja ya takut
terlalu malam!!!”
“Ii iiya”
Selesai makan mereka mampir ke
toko dan langsung kearah jalan pulang. Sedikit kata yang keluar dari mulut
lukman. Dia pemalu masih seperti yang dewi kenal.
“Mau kemana lagi?? Ini bukan
jalan ke kosku lohhh” dia bertanya sedikit penasaran kepada lukman
“Ke taman kampus sebentar, gak
apa apa kan??”
“Iya tidak apa-apa.” Jawabnya
singkat saja
Dibawah pohon mahoni mereka dukuk
menikmati minuman yang dibelinya ditoko tadi. Keluar beberapa kata dengan gugup
terlihat dari bibir lukman yang bergetar kaku.
“Malam ini cukup indah ya???”
lukman sambil memandang ke atas
Lalu dia pandangi bulan yang
menyinari mereka
“Iya” dia jawab santai, meskipun
menurutnya biasa saja sama seperti malam-malam biasanya.
“Indah karena aku melihat
mersamamu” Lukman mulai mengeluarkan kata-kata yang mungkin sulit dilepaskan
“Ahh,, biasa saja” serunya kaget
karena tidak seperti biasanya. Mungkin saja dia menyukainya tapi dia hanya
tersenyum dan pura-pura tak mengerti yang di maksud.
“Sebenarnya aku mengajakmu
kesini. Se..se.benarnya aku hanya ingin menuruti keinginan hatiku saja” lukman
berkata menunduk
“Maksudnya???”
“Iya, semenjak aku mengenalmu aku
merasa aneh pada diriku”
Dewi menatap wajahnya yang tak
sanggup melihatku saat itu
“Memangnya kenapa dengan dirimu,
aneh kenapa?”
“Aku selalu melihatmu, kamu
selalu terlintas dalam benakku, aku tak tau dengan keadaanku yang sekarang ini,
hingga waktu membawaku menguatkanku mengatakan. Aku harus jujur pada diriku
sendiri dan dirimu. Betapa bodohnya aku, sudah tau bahwa kamu sudah bertunangan
namun aku masih nekat demi perasaanku padamu. Maaf, maafkan aku yang tak kuasa
menahannya”
DIa hanya termenung mendengarnya,
ntah apa yang dia fikirkan saat itu. Tatapan yang hanya sekilas dia melihat
dari mata lukman yang sayu terkandung kejujuran dalam hatinya. terlihat masih
banyak kata yang ingin dikatakan pada dirinya. Kemudian dia melanjutkan kata
demi kata yang sempat terhenti.
“dew,, aku tak begitu
mempedulikan jawabanmu kamu boleh jawab suatu saat nanti, aku hanya ingin jujur
meskipun hatiku berharap sangat dan beban yang aneh ini tidak lagi begitu
menyakiti hati. Aku hanya ingin kamu mengisi kekosongan jiwa yang hampa ini,
mencerahkan hidupku yang kelam ini, maukah kamu menemaniku dikala susah maupun
senang disaat
“Sebenarnya.... sebenarnya aku.”
“sttttt.... Aku tidak perlu
jawaban sekarang. Jangan kau jawab semua pertanyaanku tadi, karena hati ini
masih belum siap menerimanya. Jawablah bahwa kamu akan memikirkannya.” dia
serentak menghentikan perkataannya yang juga ikutan aneh.
0 komentar:
Posting Komentar